PDM Kota Cirebon - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Cirebon
.: Home > Artikel

Homepage

Antara Laskar Pelangi dan Laskar Jihad

.: Home > Artikel > PDM
07 Mei 2012 07:18 WIB
Dibaca: 2038
Penulis : Sukardi

 

”Jan sare sira apa bedae Laskar Pelangi karo Laskar Jihad ?” tanya Ki Karbol.

”Beda ning warna klambie mang .....” jawab Lamsijan.

”Laksar Pelangi warnae rupa-rupa, merah kuning hijau di langit yang biru” Lamsijan menambahkan sembari sedikit bersenandung sebuah lagu anak-anak.

”Lah jare sira kang bagus kang endi” ucap Ki Karbol lagi. Belum lagi Lamsijan menjawab, tiba-tiba muncul Dogol dari balik pintu.

”Kang bagus ya Laskar Alkapon Mang” tukas Dogol cepat.

”Maksude sira laskar mafia kang ana ning Amerika Latin ?? tanya Ki Karbol. Ki Karbol tau kiprah Alkapon karena dia  sering baca koran sisa yang dibawa oleh Lamsijan.

”Dudu mang, Laskar Alkapon kuh singkatane Laskar Ngakali Rangda Demplon kang pimpinane digepel ning sampean” jawab Dogol tenang.

”Kemplud ......!!!” jawab Ki Karbol sembari nyengir onta.

 

            Ada kesamaan misi antara ”Laskar Pelangi” yang sempat menjadi box office di kota Cirebon dan juga di kota-kota lain di Indonesia dengan Laskar Jihad (beserta derivasinya) yang kembali  menjadi sorotan media beberapa hari terakhir pasca vonis Habib Riziq yang menjadi pimpinan FPI. Kedua Laskar sama-sama mencoba mengkritisi (lebih tepatnya menggugat) kehidupan negeri ini yang cenderung makin hedonis materialis. Bedanya kalau Laskar Pelangi melalui jalur kultural dengan pemikiran intelektualnya sementara Laskar Jihad dilakukan secara politik ideologis melalui aksi-aksi praksis yang bersentuhan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Jika Laskar Pelangi mencoba mendongkrak ideologi hedonis materialis melalui jalur pendidikan sedangkan Laskar Jihad melalui jalur sosial politik.

            Perbedaan metode yang digunakan keduanya tak ayal berdampak pada spektrum hasil yang dihasilkannya. Laskar Pelangi berhasil menjadi tontonan (yang mudah-mudahan berujung pada tuntunan) segenap masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan menengah ke atas. Ada harapan bahwa masyarakat yang berada di level ini lebih menghormati hak-hak kaum miskin untuk memperoleh pendidikan murah yang berkualitas. Sementara tontonan yang diperagakan oleh Laskar Jihad di media massa bisa jadi mengundang decak kagum untuk sebagian kalangan karena keberanian mereka dan decak yang justru bernada melecehkan.

 

Konsep Nahi Munkar

            Kalangan yang mengagumi Laskar Jihad bisa dimaklumi karena di Indonesia jarang sekali ada kelompok yang ber-nahi munnkar secara intens. Mayoritas kelompok di Indonesia (baik kelompok LSM, politik, lembaga keagamaan atau lainnya) hanya asyik beramar ma’ruf alias menyuruh kepada kebaikan, sementara soal-soal pencegahan kemungkaran tidak digarap secara serius. Mereka menganggap bahwa pencegahan kemungkaran merupakan urusan aparat kepolisitan.  Sehingga tidak heran jika kemaksiatan masih terus eksis dan merebak di masyarakat.

            Laskar Jihad menganggap bahwa dengan rasio jumlah polisi yang tidak sebanding dengan jumlah masyarakat tidaklah mungkin kemaksiatan bisa dicegah, maka tampilah mereka dengan segenap ide atau pemahaman mengenai pemberantasan kemungkaran, termasuk di dalamnya pemahaman kemungkaran itu sendiri. Saat Laskar Jihad memerangi hidung belang atau para pemabuk dan penjudi yang berkeliaran di pusat-pusat kota tidaklah mengundang polemik atau respon keras di kalangan masyarakat, bahkan sebagian besar masyarakat mensyukuri tentang diacak-acaknya tempat-tempat maksiat. Paling tidak para pejinah dan pembuat dosa harus berpikir ulang untuk melakukan praktek-praktek keji yang menghina budaya keagamaan masyarakat.

            Sampai tataran ini aksi nahi mungkar dengan ’power’ (bil yaddi) –yang oleh kelompok lain hanya sebatas retorika (bil lisan) -  yang ditempuh oleh para Laskar Jihad bisa dikatakan efektif, tapi ketika aksi nahi mungkar dengan ’power’  juga dilakukan kepada -sebut saja- ’Laskar Liberal’ (dan dengan segala derivasinya) yang berseberangan pemahaman tentang bagaimana metode dalam memerangi  sebuah kemungkaran maka Laskar Jihad mengalami sandungan yang tidak kecil.

            Agak disayangkan memang jika ada kelompok yang sama-sama mengatasnamakan Islam dalam gerakannya harus berhadapan secara frontal sebagai ’musuh’ yang saling mengkafirkan kemudian  berujung pada meja hijau. Bahkan dalam sebuah tayangan interaktif di TV swasata publik menyaksikan betapa ’ perang argumen’ dari kedua kubu yang bermusuhan, tanpa mengindahkan etika berdebat yang santun dan juga tanpa menyadari bahwa ’kehebatan’ mereka ditonton oleh jutaan pemirsa.

Dan bukan bermaksud untuk menyederhanakan masalah, bila ditelisik lebh jauh tampaknya  ada dua persoalan yang harus disamakan persepsinya sehingga kedua kubu ini bisa melakukan islah. Pertama, penafsiran perintah Nabi dalam mencegah kemungkaran dan kedua tentang jenis/perilaku kemungkaran  atau batasan kemungkaran yang dipahami.

Perintah Nabi dalam hal pencegahan/represi kemungkaran harus dengan sekuat tenaga dengan menggunakan tangan, ucapan dan hati, dipahami secara idealis-tekstualitas oleh Laskar Jihad. Pencegahan atau pembubaran kemngkaran sesuai dengan bunyi teks hadits dimulai dengan ’tangan’ atau kekuatan, maka pencegahan kemungkaran pun harus juga dilakukan dengan tangan, kalau perlu dengan ’tangan sendiri’ (kekuatan yang dimiliki mereka secara komunal) apapun risikonya.  Sementara  Laskar Liberal memahami bahwa pencegahan kemungkaran tidak harus dengan ’tangan sendiri’, tetapi melalui aparat keamanan/kepolisian. Dan pencegahan yang dilakukan juga tidak harus dilakukan secara hirarkis sesuai dengan bunyi hadits tetapi bisa dilakukan secara fleksibel.

Laskar Liberal menganggap bahwa prostitusi, miras, narkoba dan perjudian merupakan kemungkaran yang harus diperangi tetapi persoalan-persoalan teologi atau perbedaan pemahaman tentang ketuhanan dan keislaman tidak dianggap sebagai kemungkaran. Sebaliknya bagi Laskar Jihad, persoalan teologi (terutama yang berbeda dengan teologi yang ’mainstream’ masyarakat umum) termasuk kejahatan/kemungkaran   yang harus diperangi dengan tangan sesuai dengan urutan perintah Nabi dalam  hadits , bukan dengan cara lain, hukum atau aparat keamanan).

Walhasil, sebenarnya tidak perlu ada yang dimejahijaukan jika antara keduanya saling menghormati perbedaan sudut pandang, tidak perlu muncul tragedi Monas yang tayangannya ditonton oleh orang sejagat. Laskar Liberal tidak usah seperti orang yang kebakaran jenggot (meski diyakini tidak ada laskar ini yang mempunyai jenggot) ketika Laskar Jihad melakukan unjuk rasa menentang keberadaan organisasi Ahmadiyah. Laskar Liberal sebenarnya kehilangan keabsahannya sebagai kelompok liberal manakala sudah melarang kelompok lain mengekspresikan pendapatanya, apapun bentuk atau substansi ekspresinya.

Laskar Jihadpun tidak sebaiknya bisa berlaku strategis dalam melakukan aktifitas nahi mungkar dengan cara ’hantam kromo’ sehingga tidak harus memasuki wilayah politik yang ’abu-abu’ (bisa dipelintir sesuai dengan kepentingan penguasa rezim). Laskar Jihad harus bisa belajar dari sejarah bahwa persoalan teologi yang pernah terjadi di jaman keemasan Islam, terutama di jaman Daulah Abbasiah. Persoalan teologi menyangkut persoalan komunal yang memiliki dasar atau acuan berpikir yang mendalam dari setiap penganutnya. Munculnya berbagai jenis teologi dalam Islam itu sendiri sangat terkait erat dengan hiruk-pikuk kehidupan politik. Darii mulai Khawarij, Murji’ah sampai ke Mu’tazilah semua tidak steril dari dunia politik dan kepentingan penguasa.

Demikian juga dengan persoalan Ahmadiyah –jika memang dianggap diharamkan eksistensinya di negeri muslim mayoritas yang miskin ini- diperlukan strategi yang lebih dari sekedar melakukan provokasi, penyerangan fisik,  pembakaran masjid dan intimidasi kepada komunitas kelompok Ahmadiyah atau perilaku anarkis lain yang tidak manusiwai dan tidak mencerminkan layaknya orang beragama.

 

Islam Paripurna

            Mana yang anda pilih, menjadi Laskar Pelangi atau Laskar Jihad ?. Jawabannya adalah, jadilah Laskar keduanya. Jadilah Laskar Jihad tanpa harus menjadi ’Laskar Jihad’ (secara formal). Sebagai orang beragama, memerangi kemungkaran hukumnya wajib, tentunya dengan teknik dan cara yang elegan dan cerdas, bukan dengan cara anarkis dan menganiaya orang yang berbeda secara teologis dengan kita. Setelah berjihad terhadap kemungkaran, kemudian kita juga harus beramar ma’ruf dengan menjadi Laskar Pelangi dengan memberikan kontribusi baik secara material maupun dukungan semangat terhadap keberhasilan pendidikan.

            Langkah konkretnya adalah, cobalah menghemat dengan mengurangi aktifitas merokok kita setiap hari. Alihkan dana untuk merokok tersebut untuk membangun sekolah-sekolah di sekitar kita yang akan roboh. Atau memberikan gizi yang lebih baik kepada putra-putri kita agar mereka bisa lebih cerdas dalam menangkap fenomena dalam pembelajaran maupun diluar pembelarajan.

            Hindari menjadi Laskar Alkapon alias Laskar Ngakali Rangda Demplon ala Dogol yang hanya mendewakan hawa nafsu pribadi, mengejar kesenangan fisik yang profan dan abai terhadap persoalan-persoalan  kemasyarakatan yang sebenarnya bisa ditangani bila dilakukan secara bersama-sama. Wallahu a’lam.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website