PDM Kota Cirebon - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Cirebon
.: Home > Artikel

Homepage

Membumikan Fiqh Produksi

.: Home > Artikel > PDM
14 Desember 2011 19:26 WIB
Dibaca: 2089
Penulis : Sukardi

 

‘Kalau saja kemiskinan itu berujud manusia, niscaya dia akan aku bunuh’, demikian ucapan Sayidina Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang kemiskinan. Ungkapan yang sangat tegas tentang kewajiban dibunuhnya kemiskinan dari seorang khalifah yang terkenal dengan gudang ilmu ini mengindikasikan  bahwa kemiskinan menjadi musuh masyarakat nomor satu yang harus dienyahkan. Pembunuhan dalam Islam merupakan satu hal yang diharamkan,  tetapi tampaknya membunuh kemiskinan justru menjadi  misi suci setiap individu muslim serta menjadi program  pemerintahan di semua negara.

Dari statement menantu  Nabi yang ahli hikmah tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang dari awal berdirinya telah menabuh genderang perang terhadap kemiskinan. Dalam jangka panjang, kemisinan akan berdampak pada  penistaan hak-hak kemanusiaan yang paling mendasar. Bahkan kefakiran yang melebihi batas akan membawa seseorang  kepada kekafiran, baik kekafiran berpikir, bersikap dan berperilaku. Sebuah fenomena yang sangat dijaga betul agar tidak terjadi dalam kehidupan seorang muslim.

Disisi lain, Islam juga sangat menghargai dan mengormati harkat kemanusiaan tanpa membedakan status sosial. Islam melarang umatnya untuk meminta-minta sesuatu kepada orang lain bila tidak dalam keadaan terdesak. Seseorang boleh meminta-minta, pertama jika dalam keadaan  atau mendapat bencana yang meluluh lantakan segenap kekayaan yang dimiliki, misalnya dalam kasus terendamnya rumah oleh lumpur lampindo di Jawa Tengah atau karena letusan gunung berapi. Kedua, bila dililit hutang yang menghabiskan semua kekayaannya. 

Pembolehan meminta-minta itu pun  dibatasi sebatas keperluan pokok minimal yang memang wajib dipenuhi sebagai layaknya manusia pada umumnya. Jika kebutuhan pokok minimal telah tertutupi, maka tidak diperbolehkan lagi untuk meminta-minta. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa menahan diri untuk meminta-minta jauh lebih utama dibandingkan meminta-minta, meski mendapatkan situasi yang sesulit apapun.

 

Produktifitas rendah

Fenomena lonjakan jumlah pengemis di  negara yang berpenduduk muslim mayoritas seperti Indonesia ketika memasuki bulan ramadhan atau idul fitri,  seharusnya tidak akan terjadi apabila proses dakwah yang dilakukan oleh para da’i atau mubaligh berhasil dilakukan. Tampaknya institusi-institusi  keagamaan perlu melakukan perbaikan manajemen dakwah untuk menekan fenomena merebaknya para pengemis ini. Fiqh dakwah yang penitikberatannya pada soal-soal ritual ibadah mahdhoh seperti cara-cara shalat, puasa, dan lainnya perlu diimbangi dengan fiqh-fiqh sosial, terutama yang berkaitan dengan produktivitas.

Bahwa keringat yang dikeluarkan seorang muslim saat mencari nafkah untuk keluarganya akan berfungsi menghapus dosa-dosa, makin banyak keringat yang dikeluarkan maka makin banyak juga dosa yang terhapus. Bahwa sebaik-baik muslim adalah  muslim yang paling produktif yang  mampu memberikan kontribusi positif  bagi lingkungan sosialnya. Bahwa tangan di atas (pemberi kerja)  lebih baik dari tangan yang di bawah (pekerja), apalagi jika pemberian (upah) nya dilakukan sebelum keringat pekerjanya kering.

Produktivitas akhirnya menjadi kata kunci bagi kebaikan orang beragama. Tidak ada kebaikan bagi seseorang yang tidak produktif (bekerja) dalam memenuhi kehidupannya, yang hanya mengandalkan belas kasihan orang lain dengan menjadi pengemis. Bahkan bagi orang yang memiliki (maaf) cacat fisik sekalipun. Selalu ada cara bagi setiap manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya melalui karya/usaha tangannya. Dan Tuhan pun sudah berkomitmen dalam kitab suci bahwa setiap mahluk ciptaannya pasti akan memperoleh rizkinya masing-masing. Rizki manusia selaku pengelola bumi (khalifah fil ardh) yang diberi kelengkapan akal pikiran serta jasmani yang sempurna adalah melalui bekerja, bukan melalui meminta-meminta.

Bekerja, bagi sebagian besar masyarakat di beberapa belahan benua Eropa merupakan manifestasi keimanan seseorang. Indikasi kuat tidaknya keimanan diukur dengan kinerja yang dimiliki seseorang dalam bekerja. Hal tersebut ternyata akhirnya mendorong negara-negara Eropa memperoleh kesejahteraan ekonomi. Begitu juga masyarakat Jepang yang menduduki perangkat negara terkaya di Asia. Mereka bekerja karena bekerja merupakan perintah kaisar yang dianggap menjadi wakil Tuhan di bumi.  Bekerja merupakan tanda bakti kepada Tuhan mereka. 

 

Kontekstualiasi Amal Jariah

            Pengentasan kemiskinan bila dikaitkan dengan fiqh bisa jadi termasuk dalam kategori fardhu a’in bukan fardhu kifayah. Setiap individu muslim berkewajian untuk memerangi kemiskinan. Memberikan bantuan seoptimal mungkin bagi pembebasan si miskin dari keterpurukan ekonomi. Salah satu instrument untuk memerangi kemiskinan adalah melalui sedekah wajib yang dikenal dengan zakat maal (zakat kekayaan) yang jumlahnya telah ditentukan secara syar’i dan sedekah sunah yang diukur dari sisi ‘kepantasan’ jumlah pemberian.

            Dilihat dari perspektif zakat, secara ekonomi  umat Islam bisa dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok pembayar zakat (muzaki) dan kelompok penerima zakat. Artinya kelompok pembayar zakat berkewajiban untuk membantu dengan segenap upaya kelompok penerima zakat (mustahik/ fakir  miskin). Beberapa cendikiawan muslim menyebutkan bahwa apabila sedekah (wajib atau zakat) yang dikeluarkan oleh muzaki dikelola secara baik dan professional akan bisa mengentaskan kemiskinan di republik ini. Sebuah pernyataan yang terlihat tidak terlalu berlebihan bila melihat fenomena pertumbuhan ekonomi yang minus pemerataan pendapatan yang berakibat kesenjangan pendapatan seperti sekarang ini. 

            Potensi sedekah di kalangan masyarakat sebenarnya sangat besar (jika asumsi 40%  rakyat miskin berarti 60% dalam keadaan cukup kaya untuk memberikan sedekah), hanya soal pendistrubusian kadang menjadi salah satu hal yang  tidak menstimulus para fakir miskin dari kepapaan. Pemahaman para muzaki atau orang kaya dan pengelola sedekah tentang pengentasan kemiskinan  merupakan misi suci dalam dalam agama  perlu diperdalam. Bahwa skala prioritas  amal jariah (amal yang pahalanya terus mengalir meski yang member amal telah wafat)  adalah memberikan bantuan modal, bantuan pendidikan kepada keluarga miskin, bukan membeli bahan-bahan bangunan masjid yang jumlahnya makin banyak tetapi jamaahnya nyaris kosong.   

            Memberikan bantuan modal dan bantuan pendidikan kepada keluarga miskin jauh lebih mulia dan lebih produktif serta berdampak nyata bagi upaya pengentasan kemiskinan yang menjadi tujuan utama keberadaan agama. Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin dan meningkatkan kualitas intelektual anak-anak mereka melalui pendidikan mempunyai dampak kepada perbaikan kualitas  kehidupan dunia dan kehidupan di akhirat kelak.

            Apabila kehidupan dunia kaum papa meningkat kualitasnya , baik secara ekonomi maupun pendidikan maka harapan unutk mendapatkan kehidupan akhirat yang baik   juga akan bisa diperoleh. Karena dunia merupakan ladang bagi kehidupan akherat.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website